RSS

MAKALAH PENGANTAR LINGUISTIK (KARAKTERISTIK BAHASA)






PENGANTAR LINGUISTIK
KARAKTERISTIK BAHASA




OLEH  :
KELOMPOK II

RISKA ULFA DWI D. / 1351040023
AYU PUTRI SITA / 1351041025
A.SERIH SYAMSURIANI. S / 1351040016
ERNAWATI / 1351040019
NURHASIDA / 1351041021
MARIDA / 1351041018
ZAINUDDIN / 1351042019
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013




KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Karakteristik Bahasa. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Pengantar linguistik.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada guru pembimbing mata kuliah Pengantar Linguisitik yang telah memberikan banyak arahan dalam terciptanya makalah ini. Rasa terimakasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang telah memberi semangat dan bantuan yang berguna.
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat membantu mahasiswa-mahasiswa lain dalam belajar. Oleh karena itu kritik dan saran kami terima dengan senang hati guna penyempurnaan makalah yang telah kami susun ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 23 September 2013
                                                                                                                                               

                                                                                                                                    Penyusun






 

PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG
          Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti menggunakan bahasa untuk berinteraksi satu sama lain.
                Uraian tentang hakikat bahasa sebenarnya sudah memberikan gambaran tentang karakteristik bahasa. Dalam urian bentuk ditegaskan secara lebih eksplisit tentang karakteristik bahasa itu. Para ahli bahasa pada umumnya memberikan hakikat bahasa dengan menyajikan karakteristiknya, di samping dengan menyajikan definisinya. Hal yang itu dapat di pahami karena definisi tidak dapat memberikan perian yang konkret sehingga hakikinya juga tidak tampak secara jelas. Pemahaman suatu entitas menjadi sempurna melalui karakteristik entitas itu.











PEMBAHASAN

            Karakterisitik atau yang biasa disebut dengan sifat atau ciri-ciri dalam bahasa sebenarnya telah digambarkan dalam hakikat atau pengertian bahasa. Para ahli bahasa pada umumnya memberikan hakikat bahasa dengan menyajikan karakteristiknya, disamping dengan menyajikan definisinya.
            Beberapa sifat atau ciri bahasa yang umum dan sesuai dengan sumber referensi telah di uraikan menjadi 10. Namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat sifat-sifat bahasa yang lain. Sifat- sifat bahasa tersebut terdiri dari  :

1.      ORAL
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian oral adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan mulut. Dalam linguistik, oral atau lisan berarti segala sesuatu yang bersangkutan dengan bunyi bahasa atau wicara yang seluruhnya dihasilkan dengan udara melewati mulut.
Ciri bahwa bahasa adalah bunyi oral. Hal itu wajar mengingat kenyataan bahwa pengalaman berbahasa yang paling umum pada manusia adalah berbicara dan menyimak. Kehadiran bunyi bahasa lebih dulu daripada kehadiran tulisan. Sehubung dengan itu, Bloomfield (1979) menyatakan bahwa bahasa pada hakikatnya adalah lisan (oral).
Bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan tekanan udara.  Bunyi bahasa dihasilkan oleh alat ucap manusia (bersifat artikulatoris). Tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia adalah bunyi bahasa. Bunyi yang dihasilkan oleh seseorang yang sedang bersin atau sedang batuk bukan bunyi bahasa. Bunyi bahasa dapat dilambangkan dengan tanda-tanda tertentu yang disepakati oleh penutur bahasa tersebut. Setiap bahasa mempunyai kekhasan tersendiri berkaitan dengan bunyi-bunyi bahasa yang dimilikinya. Bunyi tertentu bisa jadi bersifat universal, ada dalam setiap bahasa. Tetapi, bunyi-bunyi tertentu hanya ditemukan dalam bahasa tersebut.
Ada kecenderungan orang menganggap bunyi dan tulisan seabagai unsur pembeda bahasa, sehingga dipahami adanya bahasa lisan dan bahasa tulisan. Akan tetapi, kalau perbedaan seperti itu diberlakukan, haruslah dipahami pula bahwa bahasa lisan atau bersifat primer dan bahasa tulisan itu bersifat sekunder. Orang dapat berbahasa tanpa mengenal tulisannya (Kridalaksana dan Koentjono (ed.), 1983). 
2.       SISTEMATIS, SISTEMIS, DAN KOMPLEKS

Menurut kamus besar bahasa indonesia, pengertian sistematis adalah sesuatu teratur menurut sistem. Sedangkan sistemis adalah sesuatu yang bertalian atau berhubungan dengan sesuatu sistem atau susunan teratur yang terdiri atas beberapa subsistem.
Bahasa memiliki sifat sistematis, yang berarti bahwa dalam bahasa itu terdapat aturan atau kaidah. Beroperasinya bahasa selalu terikat pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Karena itu pula dapat dikatakan bahwa bahasa itu teratur.
            Sifat sistematis itu dapat pula diartikan bahwa sejumlah satuan bahasa yang terbatas hanya dapat berkombinasi dalam sejumlah cara yang terbatas. Dalam bahasa indonesia, misalnya terdapat prefiks ber- yang dapat berkombinasi dengan verba. Akan tetapi, tidak selalu kombinasi antara prediks ber- dan verba akan selalu menghasilkan bentukan yang gramatikal.
Contoh-contoh berikut memberikan bukti bahwa hal itu benar.
(1)   berlari
(2)   berkelahi
(3)   * bersembelih
(4)   * berlihat

Contoh-contoh tersebut memberikan bukti bahwa ber- tidak dapat berkombinasi dengan verba sembelih dan lihat.
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Suatu sistem dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional.  Sebagai contoh, kita dapat mengamati yang terdapat dalam tubuh kita. Tubuh manusia sebagai suatu sistem terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan. Ketika salah satu bagian mengalami suatu gangguan, hal tersebut akan mengganggu kinerja sistem. Suatu contoh ketika kepala kita pusing karena migrain atau karena flu yang berat, hal tersebut akan mengganggu keseluruhan kinerja tubuh kita. Tubuh menjadi lemas dan tidak bersemangat. Demikian pula yang terjadi dengan sistem yang bekerja pada sebuah sepeda motor misalnya, ketika ban sepeda motor kempes, sepeda motor tersebut tidak dapat berfungsi secara maksimal.
Seperti halnya, tubuh manusia dan sepeda motor. Sebagai suatu sistem, bahasa terdiri atas komponen-komponen yang membangun dan saling berhubungan. Dalam bahasa terdapat komponen bunyi, morfem, kata, kalimat, dan makna. Komponen-komponen tersebut dihubungkan sehingga terbentuk suatu ujaran yang bermakna. Sebagai contoh dapat kita amati bentuk berikut.
-    Anak kecil itu lucu sekali.
-    *Kecil itu lucu anak sekali.




Dua konstruksi tersebut sama-sama terdiri atas lima kata. Konstruksi pertama dapat diterima sebagai ujaran yang sesuai dengan sistem bahasa Indonesia, sedangkan ujaran yang kedua tidak dapat berterima karena tidak sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Dalam suatu sistem, terdapat kaidah-kaidah yang menata sehingga hubungan antara satu unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam suatu bahasa dapat berterima. Terdapat kaidah yang mengatur hubungan antarunsur secara linear (mendatar) yang mengatur hubungan unsur yang hadir dengan unsur yang mendahaului atau yang menyertai. Kaidah ini disebut sebagai kaidah sintagmatik. Misalnya hubungan antara bunyi /a/, /u/, /k/, dan /t/. Empat unsur bunyi tersebut dapat bergabung membentuk suatu konstruksi sebagai berikut.
-    /takut/
-    /kuta/
-    /kuat/
-    /akut/
-      */aukt/
-      */uakt/
-      */ktua/
-      */tkua/
-   */tkau/


Deretan bunyi sebelah kiri dapat berterima karena sesuai dengan kaidah sistagmatik bahasa Indonesia. Sedangkan deretan bunyi sebelah kanan yang diberi tanda asterik (*) tidak dapat berterima karena tidak sesuai dengan kaidah sintagmatik bahasa Indonesia.
            Dari paparan tersebut dapat diketahui sebagai sebuah sistem,  bahasa sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun secara acak dan  secara sembarangan. Sedangkan sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri atas subsistem atau sistem bawahan. Terdapat subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon dan semantik. Subsistem fonologi, morfologi, dan sintaksis bersifat hierarkial, dan terkait dengan subsistem semantik. Subsistem leksikon berada di luar subsistem struktural namun tetap terkait dengan subsistem semantik. Sistem bahasa yang bersifat hierarkial inilah yang membedakannya dengan sistem yang lain. Sistem lain umumnya tidak mempunyai sifat tersebut. 
            Dalam sistem bahasa yang hierarkis, tataran paling kecil adalah bunyi. Bunyi bergabung dengan bunyi membentuk morfem. Morfem bergabung dengan morfem membentuk kata. Kata bergabung dengan kata membentuk frase. Frase dengan frase membentuk konstruksi klausa. Satu klausa atau beberapa kalimat dapat bergabung membentuk suatu kalimat. Kalimat yang satu dirangkai dengan kalimat yang lain membangun konstruksi wacana.  Tataran dalam bahasa tersebut dapat dibagankan sebagai berikut.
fonem
M
a
k
n
a
morfem
kata
frase
klausa
kalimat
wacana


3.       ARBITRER DAN SIMBOLIS

Arbitrer berarti sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Istilah arbitrer berarti tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan acuan, konsep atau pengertian yang dimaksud.  Misalnya mengapa harus /kuda/ bukan /akud/ atau /kadu/. Dalam bahasa Indonesia, kita menyebutnya dengan /kuda/, dalam bahasa Inggris disebut/horse/, dalam bahasa Jepang disebut /uma/, dan dalam bahasa Jawa disebut /jaran/. Perbedaan dalam menyebutkan tersebut menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat arbitrer.
Namun demikian, kita juga menemukan beberapa kata yang antara lambang bunyi dengan rujukannya seolah-olah mempunyai hubungan. Misalnya pada bunyi-bunyi onomatope (kata yang berasal dari tiruan  bunyi).  Kucing disebut meong  karena dalam telinga kita kucing mengeluarkan bunyi seperti itu. Seekor binatang dinamakan tokek karena mengeluarkan bunyi tokek, tokek, tokek. Dalam bahasa Jawa misalnya ditemukan kata-kata yang jika diotak-atik mempunyai hubungan dengan rujukannya. Misalnya kata kodok, tebu, kathok, cangkir. Kodok diartikan sebagai teko-teko ndodok; tebu, antebing kalbu; kathok, ngangkate sitok-sithok, dan cangkir diartikan sebagai panyancanging pikir.

Ciri arbitrer ini tampak pada hubungan antara lambang dan yang dilambangkan dalam pengertian bahwa ada hubungan langsung antara lambang dan yang dilambangkan. Dalam bahasa indonesia kata pencuri melambangi ‘orang yang berpotensi mengambil milik orang lain tanpa minta izin dan tanpa setahu pemiliknya’. Tidak dapat dinalar mengapa lambang yang digunakan adalah kata pencuri, dan bukan perampok, pengambil, atau pembajak. Pelamabang seperti itu dalam bahasa inggris disebut thief. Mengapa pelambangannya demikian tidak dapat dijawab karena tidak ada hubungan logis antara lambang dan yang dilambangkan itu.
Dalam objek atau pengalaman yang mana pun tidak didapati sifat-sifat yang berpautan yang menuntut kita untuk melekatkan lambang-lambang verbal pada objek dan pengalaman itu. Kita menggunakan kata “burung” untuk menunjukan binatang vertebrata yang bersayap dan bertelur. Orang inggris menggunakan kata bird; orang arab: teorun; orang jawa/sunda: manuk; orang belanda: vogel.
Lambang-lambang bahasa itu menggambarkan objek-objek yang konkret, berbagi kegiatan, pengalaman, dan gagasan. Kata-kata itu hanyalah merupakan lambang-lambang benda nyata. Sifat-sifat simbolis yang dimiliki bahas itu memungkinkan kita mengabstraksikan ide-ide dan pengalaman, berbicara dengan Grand Canyon, Kutub Utara, Arafah, bahkan tentang surga dan neraka, meskipun kita belum pernah mengalaminya secara langsung.
Pelambangan secara terurai di atas bersifat individual. Tidak ada peluang bagi setiap individu untuk menciptakan bentuk satuan bahasa sekehendaknya. Sifat arbitrar itu hanya berlaku dalam bentuk kesepekatan atau konvensi. Jadi, masyarakat berbahasalah yang secara sewenang-wenang menentukan lambang-lambang dalam bahasa dan menentukan pula maujud yang dilambangkan oleh lambang-lambang itu.


Lambang-lambang yang dapat dihubungkan dengan alam atau peristiwa alam sering digunakan orang untuk membantah sifat arbirarnya bahasa itu. Kata-kata ironis dalam anomatopetis seperti cecak, tokek, cicit, dan koko dalam bahasa indonesia, atau kata-kata seperti keplak, gebug, dan cemeng dalam bahasa jawa merupakan kata-kata yang berhubungan dengan alam atau peristiwa alam. Akan tetapi, hal itu tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk menyatakan bahwa lambang dan yang dilambangi itu memiliki hubungan logis. Di samping jumlahnya sangat terbatas (Kridalaksana, 1983), peristiwa alam yang sama tidak selalu menghasilkan lambang yang sama. Dari peristiwa alam bunyi letusan tembakan lahir kata tam dalam bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Indonesia bukan kata tam yang muncul, melainkan kata dor. Dari peristiwa bunyi kucing lahir kata meauw dalam bahasa Inggris dan kata meong dalam bahasa Jawa. Mengapa dari peristiwa alam yang sama lahir kata-kata yang berbeda atau lambang-lambang yang tidak sama. Jawabannya jelas, yakni arbitrar:tetap tidak dapat dijelaskan mengapa begitu.



4.    KONVENSIONAL
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep bersifat lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.  Sifat itu merupakan hasil kesepakatan masyarakat. Karena itulah bahasa dapat disebut bersifat konvensional, sebagai sifat hasil konvensional, artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa kesepakatan itu bukanlah formal yang dinyatakan melalui musyawarah, sidang, rapat, atau kongres, atau rapat raksasa, untik menentukan lambang tertentu.Misalnya dalam bahasa Indonesia terdapat kata saya yang sudah disepakati oleh penutur bahasa Indonesia. Kata tersebut tidak bisa diubah menjadi ayas.

Walaupun forum formal tidak ada, dan harus tidak ada, setiap pemakai bahasa harus tunduk kepada kesepakatan atau konvensi. Disadari atau tidak, pemakai bahasa sudah melakukan hal itu. Pelambangan yang menyimpang menyebabkan bahasa yang digunakan seseorang menjadi tidak komunikatif.

Dalam masyakarat tutur tertentu karena untuk suatu kepentingan kadang-kadang kata-kata yang sudah disepakati tersebut diubah. Misalnya bahasa balikan yang dilakukan oleh kelompok tutur dari Malang, atau kelompok tutur tertentu yang tidak ingin ujarannya diketahui oleh orang lain. Para waria misalnya, menciptakan kata-kata tertentu agar ujarannya hanya dipahami oleh komunitas tuturnya saja. Jika sudah diketahui banyak orang, maka mereka akan melakukan inovasi lagi.






5.    UNIK DAN UNIVERSAL
Setiap bahasa mempunyai ciri khas yang spesifik tidak dimiliki oleh bahasa yang lain. Ciri khas tersebut dapat menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, dan sistem lainnya. Dalam sistem bunyi misalnya, penutur bahasa Indonesia dari Bali akan kesulitan melafalkan /t/, mereka biasa melafalkannya sebagai /th/. Itulah keunikan lafal dalam bahasa Bali yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Dalam bidang kalimat, kalimat bahasa Indonesia mempunyai struktur S-P-O yang berbeda dengan kalimat bahasa Jepang yang berstruktur S-O-P. setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang diskrit, yang memberikan identitas diri sebagai bahasa yang berbeda dari yang lain. Kata ulang dwiwasana, misalnya, merupakan ciri khas yang terdapat dalam bahsa madura, seperti kata lon-alon, nak-kanak, reng-oreng dan lain-lain. Keunikan itu akan tampak pada semua dengan jumlah dan jenis vokal dalam bahsa lain. Dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat bunyi /O/ seperti pada kata think dan thank yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.

Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya semua bahasa mempunyai bunyi vokal dan konsonan, setiap bahasa mempunyai satuan-satuan yang bermakna baik berupa leksikon, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Universal bermakna sebagai ciri-ciri yang berlaku pada semua bahasa. Misalnya, pada setiap bahasa terdapat unsur bunyi yang terpilih menjadi dua, yakni vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi pada setiap bahasa akan dipengaruhi oleh lingkungan distribusinya. Bunyi-bunyi bahasa itu bersifat simetris. Setiap bahasa memiliki satuan-satuan gramatika, seperti morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Dari segi jenis kalimat. Setiap bahasa memiliki jenis kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
Ciri-ciri universal bahasa telah mendapatkan perhatian khusus dalam linguistik. Linguistik yang mengadakan kajian ciri-ciri bahasa yang bersifat universal itu disebut linguistik universal.















6.    BERAGAM
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
Perwujudan bahasa tidaklah monolitik, satu maujud yang menunjukkan keseragaman. Dengan kata lain, bahasa itu beragam.
Ragam bahasa bermacam-macam bergantung pada dasar klasifikasinya. Berdasarkan masyarakat pemakainya terdapat ragam yang disebut sosiolek. Berdasarkan klasifikasi itu terdapat ragam bahwa masyarakat terdidik, ragam bahasa petani, dan lain-lain. Isitilah sosiolek itu sebenarnya kurang begitu populer, dan Samsuri (1982:17) menyebut ragam bahsa yang demikian itu sebagai dialek. Jadi, menurut Samsuri terdapat dua kategori dialek, yakni dialek berdasarkan wilayah/daerah pemakainya dan dialek bedasarkan kelompok masyrakat pemakainya. Pada umumnya. Istilah dialek dikenakan pada ragam bahasa didasarkan wilayah pemakainya.
Berdasarkan kebakuannya, ragam bahasa dapat dikategorikan menjadi dua, yakni ragam baku dan raham subbaku. Pembagian ragam demikian itu antara lain diterapakan oleh Moeliono (1985). Salah satu aspek yang diperlihatakn oleh Moeliono adalah subsistem konsonan dalam bahasa Indonesia yang berdampingan. Subsistem yang pertama berlaku untuk ragam baku dan subsistem yang kedua berlaku untuk ragam subbaku. Kedua subsistem itu merupakan subsistem pokok dalam sistem konsonan bahasa Indonesia.
Bahasa juga beragam karena tingkat formalitas pemakaiannya. Menurut Joss, seperti yang dikutib Nababan (1979:11), ragam bahasa yang didasarkan tingkat formaitas pemakaiannya dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu (1) ragam beku (frozen), (2) ragam resmi (formal), (3) ragam usaha (consultative), (4) ragam santai (casul), (5) ragam akrab (intimate), dengan penjelasan masing-masing berikut ini.

1.      Ragam beku merupakan ragam yang paling resmi yang dijumpai dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara yang sangat resmi. Sesuai dengan namanya, ragam beku itu tidak boleh diubah-ubah. Ragam beku itu dapat dilihat pada dokumen-dokumen bersejarah, seperti dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. kalimat pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, misalnya, yang diredaksikan dangan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan peri keadilan.” Tidak dapat diganti dengan “Kemerdekan itu adalah hak semua bangsa dan karena itulah semua wujud penjajahan harus dihapuskan”.
2.      Ragam resmi merupakan yang digunakan dalam situasi-situasi resmi, situasi-situasi kedinasan suatu lembaga. Misalnya, ragam bahasa yang digunakan oleh presiden dalam rapat atau sidang DPR/MPR.
3.      Ragam usaha merupakan ragam bahasa yang digunakan pada konteks usaha, seperti pembicara-pembicara di sekolah, perusahaan-perusahaan, transaksi-transaksi, dan lain-lain.
4.      Ragam santai merupakan ragam bahasa dalam situasi santai antarapersona yang sudah akrab, seperti ragam bahasa yang digunakan sewaktu berekreasi, berolah raga, dan lain-lain.
5.      Ragam akrab merupakan ragam bahasa yang dipergunakan dalam situasi-situasi yang sangat akrab (intim), seperti ragam bahasa yang dipergunakan di lingkungan keluarga, atau antarpersona yang tingkat hubungannya sudah seperti keluarga. Ragam bahasa ini tidak diwujudkan dalam bentuknya yang lengkap dengan artikulsi yang jelas. Kelimat-kalimatnya cukup yang pedek-pendek.
Perbedaan-perbedaan di antara ragam-ragam tersebut tampak pada berbagi tataran bahasa. Perbedaan-perbedaan itu tampak pada pilihan kata, bentuk kata, bentukan kalimat, prosodi, dan bahkan tampak pada wujud-wujud kinesis penuturnya. Gaya santai, misalnya, merupakan gaya yang digunakan oleh penutur ketika dia menggunakan ragam santai.

7.    BERKEMBANG
Karakter ini berlaku pada bahasa yang masih hidup, seperti bahasa Indonesia, bahasa Banjar, bahasa Inggris, bahas Prancis, bahasa Madura, dan lain-lain. Bahasa Indonesia lama (melayu) tidak mengenal bunyi [F] sehingga terbentuklah kata-kata paham, bukan faham, kata pebruari, bukan februari, dan kata aktip, bukan aktif. Dalam bahasa Jawa kama tidak terdapat bunyi [z] dan karena itu setiap bunyi [z] yang berasal dari bahasa lain, seperti zakat yang berasal dari bahasa Arab akan menjadi jakat. Bahasa Jawa baru sudah mengenal bunyi [z] itu sehingga sekarang terdapat kata-kata zakat, mukjizat, dan lain-lain.
            Perkembangan yang sangat mencolok terdapat pada unsur leksikon. Kata-kata seperti sempadan, dampak, kiat, pajan, dan senarai merupakan kata-kata yang menunjukan perkembangan leksikon dalam bahasa Indonesia, walau di antara kata-kata itu dulu pernah ada pada bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Kata-kata yang tidak baru pun dapat dirunut berdasarkan historisnya sebagai kata-kata yang menunjukkan perkembangan suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat diyakini bahwa kata-kata analisis, metode, konvensi, operasi, distribusi, konkret, dan lain-lain merupakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing (bahasa Inggris atau bahasa Belanda). Dalam perkembangannya, unsur-unsur yang merupakan wujud perkembangan itu tidak lagi disadari oleh penuturnya. Kata data, misalnya, yang dari pola suku katanya sangat dekat atau sama dengan suku bahasa Indonesia, mungkin tidak lagi disedari sebagai unsur yang berasal dari bahasa asing jika penuturnya itu tidak mengerti bahasa Inggris atau bahasa Latin.
            Bahasa-bahasa yang kita kenal sekarang ini semuanya mengalami perubahan. Kata-kata baru hamburger, hotdog, pizza, survay, riset, masuk ke dalam bahasa Indonesia; kata-kata yang sudah mati: mangkus, sangkil, piawai, peringkat, dihidupkan lagi. Bentuk baru menggantikan bentukan lama: pelatihan menggantikan latih, simpulan menggantikan kesimpulan.


8.    PRODUKTIF DAN KREATIF
                        Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian produktif dari segi bahasa adalah mampu menghasilkan terus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Sedangkan kreatif adalah memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan untuk menciptakan.
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
Bahasa memiliki unsur yang  terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan  bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa tersebut. Bahasa Indonesia hanya mempunyai lima vokal dan sejumlah konsonan tetapi dengan jumlah bunyi yang terbatas tersebut penutur bahasa Indonesia dapat berbahasa dalam waktu yang sangat lama dan mereka tidak pernah kehabisan kata dalam bahasa Indonesia. Karena dengan jumlah unsur yang terbatas dapat dihasilkan ujaran yang tidak terbatas inilah bahasa dikatakatan bersifat produktif.
Sebenarnya, karakter ini berangkat dari pemakainya. Pemakai bahasa, dengan pola-pola dan lambang-lambang yang terbatas dapat mengkreasi hal-hal baru (new world) melalui bahasa. Dengan konstruksi posesif dalam satuan frase, misalnya, penuturan bahasa Indonesia dapat menciptakan frase-frase berikut dan dapat melanjutkannya secara tak terbatas.
Buku saya
Rumah teman
Teman anda
Teman adik saya

Kridalaksana (dalam kentjono(ed.),1982) mengartikan produktivitas itu dari perbandingan unsur dan daya pemakaiannya. Dari unsur-unsur yang terbatas, bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki 30 fonem, tetapi kata-kata yang diciptakan dengan 30 fonem itu berjumlah lebih dari 30.000 buah. Dengan fonem-fonem itu pula masih sangat mungkin diciptakan kata-kata baru. Dengan tiga tipe kalimat, yakni tipe kalimat berita, kalimat tanya, kalimat seru, dapat direproduksi kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang jumlahnya tidak anak terbatas.








9.    MERUPAKAN FENOMENA SOSIAL
Bahasa itu merupakan fenomena sosial. Kita tidak dapat memisahkan bahasa dari kebudayaan, sebab hubungan antara keduanya sangat erat. Bahas itu sudah menyatu benar dangan orang yang menggunakan dan memilikinya. Karena bahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kebudayaan, maka setiap bahasa merefleksikan kebudayaan masyarakat pemakainya. Bahasa itu merupakan bagian dari sistem nilai, kebiasaan, dan keyakinan yang kompleks yang membentuk suatu kebudayaan.
Semua kebudayaan mempunya konvensi. Cara berperilaku, berpakaian, duduk, makan, berbicara, meminang, dan sebagainya mengikuti konvensi. Ada tata cara yang disepakati dan dibakukan. Karena bahasa pun merupakan salah satu bentuk periaku, maka mudahlah dipahamin bahwa bahasa pun merupakan konvensi. Bahasa digunakan sesuai dengan standar yang disepakati dan diikuti bersama oleh kelompok masyarakat tertentu.

10.    BERSIFAT INSANI
Insani merupakan bersifat atau menyangkut manusia. Hanya manusialah yang mempunyai kemampuan berbahasa. Memang, ada berbagi spesis, seperti ikan dolpin, yang dikenal memili sistem komunikasi yang sangat canggih. Namun, ketidakmampuannya menggunakan lambang-lambang bahasa untuk menyatakan pikirannya. Bahasa merupakan sesuatu aspek perilaku yang bisa dipelajari hanya oleh manusia. Bahasa menumbuhkembangkan kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan menempatkan peradabannya jauh diatas berbagai bentuk kehidupan makhluk hidup yang lebih rendah.


















KARAKTERISTIK BAHASA MENURUT
CHARLES F. HOCKETT
Charles F. Hockett sebagaimana dikutip oleh Orstein dan Gage (1970) dalam bukunya yang berjudul The ABC’s of Languages and Linguistics menyebutkan empat karakteristik bahasa, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, keproduktifan, berpola ganda, dan transmisi budaya, sedangkan Yale (1985) mengemukakan enam karakteristik unik bahasa manusia, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, keproduktifan, berpola ganda, kesemenaan, keterpenggalan, dan transmisi budaya.

1.      Tidak Dibatasi Tempat dan Waktu (Displacement)
Bahasa pada manusia tidak hanya untuk kepentingan mengkomunikasikan apa-apa yang dialami pemakai bahasadan yang terjadi pada saat sekarang atau berbagai peristiwa yang terjadi disekitar pemakai bahasa, tetapi dapat juga dipergunakan untuk mengkomunikasikan berbagai peristiwa yang dialami orang lain, peristiwa yang terjadi di masa lalu, bahkan berbagai peristiwa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang berupa mimpi, imajinasi, khayalan, lamunan, dan fakta lain yang mungkin atau mustahil terjadi. Bahasa pada manusia tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.

2.      Keproduktifan (Productiveness)
Bahasa merupakan suatu sistem yang bersifat produktif. Amanat-amanat linguistik yang baru dapat dihasilkan dengan bebas dan gampang. Hal ini lebih disebabkan setiap orang, anak-anak, atau dewasa, memilki sifat aktif dalam membentuk dan menghasilkan bentuk-bentuk bahasa yang baru yang belum pernah didengar sebelumnya. Adanya objek-objek atau situasi-situasi baru yang harus dideskripsikan, membuat para pemakai bahasa mengolah berbagai sumber linguistik mereka untuk menghasilkan ungkapan-ungkapan, istilah-istilah, kata-kata, atau kalimat-kaliamat baru yang sebelumnya tidak ada.
Aspek keproduktifan dalam bahasa manusia memberi kemungkinan luar biasa pada manusia untuk mengkreasi dan memahami apa yang belum pernah diucap dan didengar sebelumnya.
3.      Berpola Ganda (Duality)
Bahasa terorganisasi dalam dua tingkat atau lapisan secara simultan. Karakteristik ini disebut berpola ganda atau artikulasi ganda.
      Kegandaan tersebut merupakan satu karakteristik bahasa manusia paling ekonomis, sebab manusia mampu menghasilkan paduan bunyi yang tak terbatas, sesuai dengan tingkat kemampuannya.

4.      Kesemenaan (Arbitrariness)
Bahasa memiliki sifat  manasuka, yaitu bahwa antara bentuk linguistik dan maknanya tidak memiliki hubungan yang ‘alami’.
      Berbeda dengan isyarat komunikasi pada kebanyakan binatang, tampaknya terdapat hubungan yang jelas antara pesan yang disampaikan dan isyarat (tanda) yang digunakannya. Ketaksemenaan isyarat komunikasi pada binatang mungkin berhubungan dengan bentuk isyarat pada binatang yang bersifat terbatas, statis, dan bersifat instingtif.

             5.      Keterpenggalan (Discreteness)
Bunyi-bunyi yang digunakan dalam bahasa mempunyai makna yang berbeda. Misalnya perbedaan bunyi “p” dan “b” dalam proses menghasilkan sebenarnya tidak terlalau berbeda sama-sama bilabial, tetapi ketika bunyi itu digunakan dalam satu bahasa maka bunyi-bunyi itu menjadi bermakna sendiri-sendiri. Karakteristik ini disebut keterpenggalan, setipa bunyi bahasa dianggap terpenggal.

             6.      Transmisi Budaya (Cultural Transmission)
Secara fisik seorang anak akan mewarisis gen orang tuanya, seorang anak pada umumnya akan memiliki kesamaan dengan warna kulit, bentuk rambut dan warna bola mata orang tuanya. Namun, dalam berbahasa tidak ada kaitannya dengan gen orang tua. Sekaitan dengan hal tersebut, perlu dipaparkan bahwa ada sekian mis konsepsi manusia terhadap bahasa.
Menurut Oka (1974) bentuk miskonsepsi itu, antara lain:

a) . Anggapan bahwa bahasa itu diwariskan secara biologis dan genetis seperti warna rambut dan kulit.
b). Anggapan bahwa ada bahasa  yang lebih baik ditimbang bahasa lainnya.
c). Anggapan bahwa bahasa sama dengan pikiran dan logika.

Proses peralihan bahasa pada manusia seperti  tersebut diatas disebut transmisi budaya (cultural transmission) atau proses peralihan bahasa dari satu generasi kepada generasi selanjutnya.



















PENUTUP

KESIMPULAN
Bahasa manusia mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan alat komunikasi yang lain. Karakteristik tersebut mencakup Bahasa merupakan (1) oral, (2) suatu sistematis,sistemis dan kompleks, (3) suatu lambang dan arbitrer, (4) konvensional, (5) unik dan universal, (6) beragam, (7) produktif dan kreatif, (8) berkembang, (9) merupakan fenomena sosial, (10) bersifat insani. Sebagai sebuah sistem bahasa mempunyai kekhasan selain bersifat sistemis dan sistematis, sistem bahasa bersifat hierakhis. Sebagai lambang, bahasa merupakan sebuah konvensi. Antara lambang dan yang dilambangkan bersifat konvensional.  Lambang tersebut melambangkan bunyi-bunyi yang bermakna. Hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya bersifat arbitrer atau manasuka. Sedangkan pemakaian lambang bahasa bersifat konvensional, sebagai kesepakatan yang dilakukan secara diam-diam antarmasyarakat tutur bahasa tersebut.  Bahasa juga bersifat produktif, dengan unsur yang terbatas dapat membentuk ujaran yang tidak terbatas;  bahasa itu dinamis karena selalu mengalami perubahan terutama yang berhubungan dengan kosakatanya; bahasa itu unik karena setiap bahasa mempunyai kekhasan tersendiri, sedangkan bahasa itu universal karena selalu ada hal-hal yang dapat ditemukan dalam setiap bahasa. Bahasa itu manusiawi karena hanya manusia yang mempunyai bahasa dan kebervariasian bahasa dapat dilihat dari keragaman yang muncul akibat pengaruh daerah/lokal, pemakai, dan bidang pemakaian.
















DAFTAR PUSTAKA

Wardihan, dkk. 2013. PENGANTAR LINGUISTIK. Makassar : Universitas Negeri Makassar

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar