
MORFOLOGI
KATEGORI ADVERBIA
DAN KATEGORI NOMINA
DI SUSUN OLEH
:
KELOMPOK
IX
RISKA ULFA DWI DAMAYANTI (1351040023)
NURMI IRDIANTY RUMASERONG (1351041016)
SULESTI(1351041022)
KELAS
:B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan walaupun dalam bentuk yang
sederhana. Tak lupa shalawat dan salam kita kirimkan kehadirat junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang.
Makalah ini berjudul “Kategori Adverbia dan
Kategori Nomina” merupakan makalah yang memiliki berbagai tujuan.
Penulis menyadari bahwa dari awal penulisan hingga berakhirnya makalah ini telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
baik berupa bimbingan, motivasi, tenaga, pikiran serta arahan dan doa.
Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggnya kepada Ibu Mahmudah,M.Hum., selaku dosen penampu mata
kuliah Morfolgi serta semua pihak yang telah
membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu. Semoga mereka
selalu mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Amin.
Akhirnya
penulis menyadari, bahwa tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang
luput dari salah dosa. Karena itulah
siklus kehidupan manusia yang penuh warna kekurangan, kekhilafan dan
kelemahan. Begitupula dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu segala
kritik dan saran yang sangat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi
kesempurnaan karya tulis ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Makassar,
2 Oktober 2013
Penulis
KATEGORI ADVERBIA DAN KATEGORI NOMINA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
bahasa Indonesia kita mengenal morfologi yang merupakan cabang dari kajian ilmu
bahasa. Salah satu kajian atau bidang
dari morfologi adalah kelas kata menurut tata bahasa baku. Namun, di kalangan
kita sebagai mahasiswa masih banyak yang tidak paham atau mengenal jenis
pembentukan kata menurut tata bahasa baku.
Didalam
makalah ini akan di paparkaan
tentang kata keterangan (adverbia) dan kata keterangan benda (nomina beserta
turunannya).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah erat
kaitannya dengan judul yang diajukan serta latar belakang yang dikemukakan.
Bertolak dari kedua hal tersebut di atas, maka masalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1) Apa yang dimaksud dengan
kategori adverbia ?
2)
Apa
yang dimaksud dengan kategori
nomina ?
C.
Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca
dapat menguasai hal berikut :
1) Mengetahui
dan memahami bahwa yang dimaksud dengan adverbia
2) Mengetahui
dan memahami bahwa yang dmaksud dengan kategori nomina
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kategori Adverbia
Adverbia termasuk
dalam kelas tertutup. Adverbia lazim
disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Fungsinya adalah
menerangkan kata kerja , kata sifat dan jenis kata yang lainnya;berbeda dengan adjektiva
(yang lazim disebut kata sifat) yang fungsinya menerangkan kata benda.
Adverbia disebut
sebagai kata-kata yang bertugas mendampingi nomina, verba, dan ajektiva. Adverbia di jadikan dasar kriteria untuk
menentukan kata-kata berkelas nomina, verba atau adjektiva.
Contoh :
a.
Ia sangat menyesali perbuatan biadab
itu.
b.
Dia selalu senang menyanyi.
c.
Kami hampir selalu dating
tepat waktu.
Pada contoh di atas, adverbia sangat
menjelaskan verba menyesali, selalu
menjelaskan adjektiva senang, dan hampir menejelaskan adverbia selalu.
Pada tataran klausa, adverbia mewatasiatau menjelaskan fungsi sintaksis.
Kata atau bagian kalimat yang dijelaskan pada umumnya berfungsi sebagai predikat.
Walaupun begitu, adverbia juga dapat menerangkan kata atau bagian kalimat yang
bukan predikat. Akibatnya, sejumlah adverbia dapat menerangkan nomina ataupun
frasa preposisi. Pronomina dan numeralia pun dapat diwatasi atau dijelaskan
oleh adverbial karena dari segi kategori, pronominal dan numeralia berkaitan
erat dengan nomina. Lihat contoh berikut :
a.
Para Lurah juga datang ke
tempat pertemuan itu.
b.
Ia makan hampir tiga piring.
c.
A : “Engkau suka bernyanyi ?”
B : “Ya, hanya untuk kesenangan sendiri.”
Pada contoh di atas, kata juga menjelaskan nomina lurah (subjek) ; hampir menjelaskan frasa numeral tiga
piring (pelengkap) ; hanya menjelaskan
frasa preposisional untuk kesenangan
sendiri (keterangan). Tampaknya, adverbial tidak hanya berkaitan dengan
dengan fungsi kata atau bagian kalimatyang diterangkannya, tetapi juga dengan
kategori kata, seperti :
a.
Dari gayanya yang berwibawa, ia pasti seorang guru.
b.
Yang dapat menghibur dukanya hanya engkau seorang.
c.
Anaknya baru satu.
d.
Kalau libur, ia sering tinggal
dirumah.
Pada
contoh diatas, kata pasti menjelaskanfrasa nominal seorang guru, adverbia hanya
menjelaskan pronominal persona engkau,
adverbia baru menjelaskan
numeralia satu,dan sering menjelaskan frasa preposisional di rumah. Semua yang dijelaskan itu
berfungsi sebagai predikat.
Ada
pandangan bahwa baru satu dan selalu dirumah pada contoh diatas itu
berasal dari baru sejumlah satu dan selalu berada di rumah. Dengan demikian, baru menjadi bagian dari frasa verbal baru berjumlah satu dan sering menjadi bagian dari frasa verbal sering berada di rumah. Artinya,
adverbia beru menjelaskan verba berjumlah = baru berjumlah dan sering menjelaskan verba berada = sering berada. Jadi, baru bukan menjelaskan satu dan sering bukan menjelaskan dirumah.
Walaupun
dapat menerangkan subjek, peran adverbia sebagai penjelas objek sering
diragukan. Contohnya, pada kalimat Semua
guru suka mengajar, kata guru
berfungsi sebagai subjek (penjelasnya : semua),
tetapi pada kaliamat Hanya guru yang suka
mengajar, kata guru diragukan
fungsinya sebagai subjek (penjelas: hanya).
Lihat contoh berikut ini.
a.
Hanya tukang rumah memperbaiki
rumah.
b.
Hanya tukang rumah yang
memperbaiki rumah.
c.
Yang memperbaiki rumah hanya
tukang rumah.
Dalam
ragam formal, kalimat (a) dianggap berasal dari kalimat (b) dengan
menghilangkan yang. Kalimat (b)
berasal dari kalimat (c) dengan memindahkan
yang memperbaiki rumah(subjek)
ke depan. Inverse itu terjadi akibat pemfokusan predikat.
Adverbia
juga dapat menerangkan seluruh kalimat. Adverbial itu tidak terikat oleh unsure
kalimat tertentu. Akibatnya, tempat atau posisinya dapat berpindah-pindah dan
perpindahan itu tidak mengubah makna kalimat secara keseluruhan. Perharikan
pemakaian sesungguhnya, agaknya, dan tampaknya berikut ini.
a)
Agaknya anda sedang mengalami
masalah berat.
b)
Sesungguhnya saya tidak mengaharapkan
peristiwa tragis itu terjadi.
c)
Tampaknya bahasa Indonesia berkembang
dengan sangat pesat.
Adverbia
sebenarnya,semestinya, dan tentu saja cenderung menjadi penjelas
kalimat sehingga adverbia semacam itu sering juga disebut keterangan kalimat.
2.
Adverbia dari
Segi Bentuk
Dari
segi bentuknya, perlu dibedakan adverbia
tunggal dari adverbia gabungan. Adverbia tunggal dapat diperinci lagi menjadi
adverbia yang berupa kata dasar, yang berupa kata berafiks, serta yang berupa
kata ulang. Adverbia gabungan dapat pula diperinci menjadi adverbia gabungan
yang berdampingan dan tidak berdampingan.
a. Adverbia
tunggal
Adverbia tunggal dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu adverbia yang berupa kata dasar, adverbia yang berupa kata berafiks dan adverbia yang berupa kata ulang.
1. Adverbia yang berupa kata dasar hanya
terdiri atas satu kata dasar. Karena jenis adverbia dasar tegolong ke dalam kelompok kata yang keanggotaannya
tertutup,maka jumlah adverbia yang berupa dasar itu tidak banyak.
2. Adverbia berupa kata berafiks dipeoleh dengan
menambahkan gabungan afiks se—nya atau afiks –nya pada kata dasar. Afiks se—nya
seperti sebaiknya, seharusnya, sesungguhnya, dan sebisanya. Afiks –nya seperti
agaknya, biasanya, tinnginya, dan kuatnya.
3. Adverbia yang berupa kata ulang dapat diperinci menjadi empat macam, yaitu :
1.
Pengulangan
kata dasar
Contoh:
anak itu diam-diam keluar.
2.
Pengulangan
kata dasar dan penambahan afiks se-,
Contoh
: sepandai-pandai guru ,ia tidak boleh meremehkan muridnya.
3.
Pengulangan
kata dasar dan penambahan sufiks –an,
Contoh
: mereka berdagang kecil-kecilan di kampus.
4.
Pengulangan
kata dasar dan penambahan gabungan afiks
se—nya.
Contoh:
melompatlah setinggi-tingginya.
b. Adverbia
gabungan
Averbia
gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar. Kedua kata dasar yang
merupakan adverbia gabungan itu ada yang
berdmpingan ada pula yang tidak berdampingan, seperti contoh berikut :
·
Adverbia
berdampingan:
Kami
hampir selalu bersama-sama ke kampus.
·
Adverbia
yang tidak berdampingan:
Kamu
hanya membuang-buang waktu saja.
3.
Adverbia dari
Segi Perilaku Sintaksis
Adverbia
dari segi perilaku sintaksisnya dapat di lihat
berdasarkan posisinya terhadap kata
atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbian yang bersangkutan.
Atas dasar itu dapat di bedakan menjadi empat macam posisi adverbia, yaitu :
a.
Adverbia
yang mendahului kata yang diterangkan
Contoh:
Ia lebih tinggi dari kakaknya.
b.
Adverbia
yang mengikuti kata yang diterangkan.
Contoh:
Jelek benar kelakuannya.
c.
Adverbia
yang mendahului atau mengikuti kata yang
diterangkan.
Contoh:
Sekarang barang-barang elektronika amat mahal
harganya.
d.
Adverbia
yang mendahului dan mengikuti kata yang
diterangkan.
Contoh:
saya yakin bukan dia saja yang pandai.
Prilaku sintaksis adverbia pada kalimat-kalimat yang
di contohkan memperlihatkan bahwa, dari segi lingkup strukturnya,yang di
terangkan atau dijelaskan oleh adverbia itu terbatas pada satuan atau tataran
frasa saja. Ada pula averbia yang menerangkan
satuan atau tataran yang lebih tinggi, yaitu yang berupa klausa atau
kalimat.
·
Seharusnya dia datang sebelum pukul sembilan.
·
Sebaiknya saudara tidak usah hadir.
·
Penjelasan
bapak agaknya tidak mereka pahami.
Pada contoh diatas seharusnya, sebaiknya,
dan agaknya tidak memberikan
keterangan pada predikat kalimat yang bersangkutan, tetapi pada seluruh
kalimat. Pada contoh “ seharusnya dia datang sebelum pukul sembilan “ mengacu
pada klausa “dia datang sebelum pukul sembilan”
Berdasarkan lingkup strukturnya, terdapat
perbedaan antara bentuk yang
mengacu pada tatran frasa dan bentuk
yang mengacu pada tataran kalimat. Bentuk yang mengacu pada tataran frasa
merupakan adverbia intraklausal, sedangkan bentuk yang mengacu pada tataran
klausa merupakan adverbia ekstraklausal.
Adverbia intraklausa mengacu pada frasa dan adverbia
ekstraklausa pada kalimat, meskipun posisi sintaktisnya mengalami perubahan.
Contoh:
ü Dia benar-benar
memperhatikan nasihat orang tuanya.
ü Dia memperhatikan benar-benar nasiahat orang tuanya.
ü Benar-benar dia memperhatikan nasihat orang tuanya.
Terlihat bahwa benar-benar, meskipun dalam posisi
sintaksis yang berbeda-beda,tetap mengacu pada frasa verbal memperhatikan.
B.
Kategori Nomina
1.
Batasan dan Ciri Nomina
Nomina, yang sering
juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, segi sintaktis, dan segi bentuk. Dan segi semantis, kita dapat mengatakan bahwa nomina
adalah kata yang mengacu pada manusia,
binatang, benda, dan konsep atau
pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru,
kucing, meja, dan kebangsaan adalah nomina. Dari segi
sintaktisnya, nomina mempunyai
ciri-ciri tertentu.
1.
Dalam kalimat yang
predikatnya verba, nomina cenderung menduduki
fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah
dan perkembangan dalam kalimat Pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah
nomina.
2.
Nomina
tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata
pengingkarnya ialah bukan.
Untuk mengingkarkan kalimat Ayah
saya guru harus dipakai
kata bukan: Ayah saya bukan guru.
3.
Nomina
umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan
diantarai oleh kata yang. Dengan deniikian, buku dan
rumah adalah nomina karena dapat bergabung
menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.
2.
Nomina dari Segi Perilaku
Semantisnya
Tiap kata dalam
bahasa mana pun mengandung fitur-fitur semantik yang secara universal melekat pada kata tersebut. Nomina tidak terkecualikan. Makna vang dalam bahasa Indonesia
dinyatakan oleh kata seperti kuda
dalam budaya mana pun memiliki fitur-fitur semantik yang universal; misalnya, kakinya yang empat,
adanya mata yang jumlahnya
ada dua, warna tubuhnya yang bisa hitam, putih, coklat, atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini
penting dalam bahasa karena
penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Karena warna badan kuda hanya bisa hitam,
putih, cokelat, atau abu-abu (dan mungkin pula belangbelang atau campuran dari warna-warna itu), maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya hijau karena
fitur semantik hijau tidak ada
pada kuda Demikian pula halnya dengan fitur mata. Sangatlah lumrah kalau orang
berkata Kuda saya ada belangnya. Akan tetapi, sangat ganjil kalau kita berkata Kuda saya ada
matanya karena mata merupakan
bagian yang talc terpisahkan dari pengertian kuda.
Fitur semantik
untuk kuda mencakup pula pelbagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh kuda seperti berdiri, lari,
jatuh, dan makan. Ada
kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilakukan oleh kuda seperti berdoa, membaca, dan merokok.
Kata jeruk, misalnya,
mengandung fitur semantik yang mencakup, antara lain, warna, ukuran, berat, dan bentuk yang bundar. Tidak ada jeruk yang bentuknya memanjang. Kalau sekarang
kegiatan seekor kuda
dikaitkan dengan jeruk lalu kita ciptakan kalimat
(1) Kuda hijau saya
merokok selusin jeruk.
maka kita lihat bahwa dari segi sintaksis kalimat (1) di
atas memenuhi semua persyaratan
sebagai kalimat. Akan tetapi, dari segi makna atau semantik kalimat (1) tidak bisa diterima karena (a)
tidak ada kuda yang berwarna
hijau,(b) kalaupun ada, kuda tidak melakukan perbuatan merokok, dan (c) kalaupun ada kuda yang
merokok, bukan jeruk yang dirokok.
Perhatikan pentingnya kita menyadari adanya fitur
semantik yang kodrati pada kata
seperti pada contoh berikut: meja, laci, dan rumah. Meja adalah
suatu benda yang secara kodrati memiliki permukaan yang rata. Sebaliknya, laci
adalah suatu benda yang mengandung rongga; dan rumah adalah suatu rongga (atau ruangan) pula, tetapi
dengan ukuran yang jauh lebih besar daripada laci.
Karena sifatsifat seperti ini, frasa di meja pada umumnya diartikan
sebagai di atas meja. Dengan
kata lain, di meja dan di atas meja mempunyai makna yang sama. Kata laci juga mempunyai perilaku semantik yang paralel dengan meja. Karena laci mengandung fitur "rongga", frasa di laci sama
maknanya dengan iii dalam laci. Tidak
mungkin di lad diartikan sebagai di atas laci. Pengertian adanya rongga bisa pula menyangkut besar-kecilnya rongga tersebut.
Sebuah rumah mempunyai rongga
(ruangan) yang tentunya jauh lebih besar daripada laci. Kenyataan ini menyebabkan adanya perbedaan
makna antara di
rumah dengan di dalam rumah.
Dari ketiga contoh ini saja tampaklah bahwa pemakaian
preposisi di, di dalam, dan di atas dipengaruhi oleh fitur semantik
yang ada pada nomina
porosnya. Suatu benda yang rata seperti meja tentunya tidak mempunyai rongga untuk penyimpanan dan, akibatnya,
tidak mungkin dapat digabung dengan
preposisi dalam. Frasa *di dalam meja tidak bisa kita terima. Sebaliknya, laci dan rumah
mempunyai rongga dan juga
mempunyai tempat di mana sesuatu dapat berada di atasnya. Karena itu, baik di, dalam, maupun atas dapat
semuanya dipakai tentunya
dengan makna yang berbeda-beda.
Karena bahasa tumbuh dalam suatu masyarakat yang memiliki
budaya tersendiri, maka kata-kata dalam bahasa sering
pula dipengaruhi oleh budaya
masyarakat yang bersangkutan. Kata dalam bahasa mengandung fitur-fitur semantik yang sifatnya konvensional, yakni yang tumbuh dari tata budaya setempat. Misalnya,
karena dalam tata budaya
Indonesia peran lelaki lebih dominan daripada peran wanita, nomina seperti gadis dapat melakukan banyak perbuatan, tetapi ada pula perbuatan yang umumnya tidak
dilakukan oleh seorang
wanita. Karena kendala semantik ini, kalimat (2) tidak lumrah; kalaupun dipakai ada makna tambahan yang muncul seperti keagresifan atau kekayaan gadis tersebut.
Alih-alih kalimat (2), orang
umumnya memakai kalimat (3) atau (4).
1)
Gadis
itu akan mengawini Achmad minggu depan.
2)
Gadis
itu akan kawin dengan Achmad minggu depan.
3)
Achmad
akan mengawini gadis itu minggu depan.
3. Nomina dari
Segi Perilaku Sintaktisnya
Dengan mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian
tentang nomina dari segi
perilaku sintaktisnya berikut ini akan dikemukakan berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa
ada frasa nominal, nomina
berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Sebagai inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya
berada di muka atau di belakangnya. Bila pewatas frasa
nominal itu berada di muka,
pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas.
Contoh:
lima lembar
seorang guru
beberapa sopir
bukan jawaban
banyak masalah
Kalau pewatas berada di belakang nomina, frasa nominal
dapat berupa urutan dua nomina atau
lebih atau nomina yang diikuti oleh adjektiva,
verba, atau kelas kata yang lain. Dengan kata lain, nomina yang
merupakan inti frasa itu diikuti oleh pewatas yang berupa nomina, adjektiva, verba, atau kelas kata yang
lain.
Contoh:
masalah penduduk
buku
catatan
uang saku
bulanan
kelas
ringan
pendapat yang
aneh istilah baru
pola
berpikir
keluarga berencana
tabungan berjangka
rumah
kita
masa
kini
perbuatan
itu
Nomina jugs digunakan dalam frasa preposisional. Dalam
frasa preposisional ini, nomina
bertindak sebagai poros yang didahului oleh preposisi tertentu.
Contoh:
di
kantor
ke
desa
dari
markas untuk adikmu pada
masa itu
Baik sebagai nomina tunggal maupun dalam bentuk frasa, nomina dapat menduduki posisi (a) subjek, (b) objek, (c)
pelengkap, atau (d)
keterangan.
Contoh:
a.
Manusia pasti mati. Masalah
penduduk memerlukan penanganan yang serius. Penjarahan
bulan Mei tahun 1998 itu memalukan bangsa.
b.
Swastanisasi
membutuhkan uang. Perusahaan
kami sedang mencari manajer yang
terampil. Demokrasi memerlukan keterbukaan.
c.
Petani
mulai segan bertanam padi. Itu
baru merupakan suatu pendapat. Dia menyerupai ibunya.
d. Mereka akan datang Minggu pagi. Di belakang rumah tumbuh pohon beringin yang
besar. Kami baru raja kembali dari
Padang.
Agar suatu nomina atau frasa nominal dapat berfungsi
dengan baik, diperlukan adanya keserasian semantik antara nomina atau frasa nominal tersebut dengan predikat atau unsur-unsur
lain yang terlibat. Misalnya, predikat merokok memerlukan subjek nomina yang mempunyai fitur semantik bernyawa dan
manusia. Karena itulah kalimat (1)
mengenai kuda yang merokok itu kita tolak atau kita anggap aneh.
4. Nomina dari
Segi Bentuknya
Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri
atas dua macam, yakni (1)
nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a)
afiksasi, (b) perulangan, atau
(c) pemajemukan. Secara skematis, nomina bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

a) Nomina Dasar
Nomina dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas sate modern. Berikut adalah beberapa contoh nomina dasar yang
dibagi menjadi nomina
dasar umum dan nomina dasar khusus.
a Nomina Dasar Umum
gambar tahun
meja pisau
rumah tongkat
malam kesatria
minggu hukum
b, Nomina Dasar Khusus
adik Bawuk paman
atas Farida Pekalongan
batang Selasa Pontianak
bawah butir Kamis
dalam muka Maret
Jika kita perhatikan benar kategori nomina itu, baik yang dasar maupun yang turunan, maka akan kita sadari bahwa di balik kata itu terkandung pula konsep semantis tertentu.
Nomina dasar umum malam, misalnya, tidak mempunyai ciri makna yang mengacu ke tempat. Sebaliknya, nomina dasar umum meja dan
rumah mengandung makna tempat. Dengan demikian, kita
dapat membentuk kalimat seperti Letakkanlah
penamu di meja, tetapi kita tidak
dapat membentuk kalimat *Letakkanlah penamu di malam. Acapkali makna suatu verba mempengaruhi pula arti
preposisi seperti di atas.
Kalimat Dia memasukkan ketimun ke kulkas sama maknanya dengan Dia memasukkan ketimun ke dalam kulkas. Akan
tetapi, pengertian ke dan
ke dalam itu berubah jika verbanya, misalnya, melemparkan. Perhatikan perbedaan kedua kalimat berikut: Dia melemparkan ketimun ke kulkas dengan Dia melemparkan ketimun ke dalam kulkas.
Nomina dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak
memiliki ciri semantis yang
mengacu pada tempat, tetapi mengacu pada waktu. Karena ciri inilah maka nomina seperti itu dapat menjadi
keterangan waktu: malam
Senin, minggu depan, tahun 1998. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pilau dan tongkat memungkinkan
kita untuk mengacu pada alat untuk
melakukan perbuatan. Karena itu, kita dapat memakainya sebagai keterangan alat: dengan pisau, dan
tongkat. Selanjutnya, nomina
seperti kesatria dan hukum tidak memiliki ciri semantis tempat, waktu, ataupun alat, tetapi
memiliki ciri yang mengacu pada cara melakukan
perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh
frasa yang menjadi keterangan cara seperti secara kesatria dan
secara hukum.
Ciri semantis yang melekat secara
hakiki pada tiap kata sangatlah penting dalam bahasa karena ciri itulah yang menentukan
apakah suatu bentuk dapat diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolakbalikan contoh di atas akan
menyebabkan kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah dapat kita terima: *secara minggu, *secara tongkat, *dengan tahun, atau *di atas tahun.
kelompok nomina dasar khusus di atas
kita temukan bermacam-macam subkategori kata dengan beberapa fitur semantiknya.
1. Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada tempat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa preposisional ini juga dapat
bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi preposisi gabungan seperti di atas atap, di bawah meja, di dalam rumah.
2. Nomina yang diwakili oleh Pekalongan dan Pontianak
mengacu pada nama geografis.
3. Nomina yang diwakili oleh butir dan batang
menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk
rupa acuannya secara idiom
atis.
4. Nomina yang diwakili oleh Farida dan Bawuk
mengacu
pada nama diri
orang.
5. Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan.
6. Nomina yang diwakili oleh Selasa dan Kamis
mengacu
pada nama hari.
Secara sepintas pembagian seperti
itu tidak berguna; tetapi jika kita perhatikan benar perilaku bahasa pada umumnya
dan bahasa
Indonesia pada khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai ciri semantis kata sangatlah
penting. Jika ada kalimat yang melanggar ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak,
kita beri arti yang unik, atau kita anggap aneh. Perhatikan pelanggaran ciri semantis dalam ketiga kalimat
berikut.
1) Selasa melempari rumah itu.
2) Yang datang ke rapat hanya tiga butir.
3) Pak Nurdin akan mengawini adik
kandungnya sendiri.
Kalimat (5) kita tolak karena Selasa sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin
dapat bertindak sebagai subjek dalam kalimat itu. Jika kalimat (6) mempunyai arti, nomina
butir mempunyai pengertian khusus pada
orang yang datang ke rapat. Sekalipun gramatikal, kalimat (7) dalam budaya kita
sangatlah aneh karena dalam ciri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh kawin dengan
seseorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah, atau kakeknya sendiri.
Dari gambaran di atas jelaslah bahwa
ciri semantis untuk tiap kata dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaktis yang membuat penutur asli
memiliki kemampuan untuk menilai keberterimaan suatu kalimat atau tuturan.
b)
Nomina Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui
afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Afiksasi nomina adalah suatu proses
pembentukan nomina
dengan menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam
penurunan nomina dengan afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber
penurunan dan sumber ini belum tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran memang
diturunkan dari kata dasar besar sebagai sumbernya, tetapi pembesaran tidak
diturunkan dari kata dasar yang sama, besar, tetapi dari verba membesarkan.
Sumber sebagai dasar penurunan nomina
ditentukan oleh keterkaitan
makna antara sumber tersebut dengan turunannya. Kebesaran bermakna keadaan besar' karena
itu, kebesaran diturunkan dari adjektiva besar. Akan tetapi, makna pembesaran berkaitan dengan perbuatan membesarkan,
bukan dengan `keadaan besar. Karena itu, pembesaran diturunkan bukan dari
adjektiva besar,
tetapi dari
verba membesarkan.
Proses yang sama juga terjadi pada
penurunan nomina-nomina lain seperti terlihat dalam contoh-contoh berikut.

Karena keterkaitan makna merupakan
dasar untuk menentukan sumber, maka dalam kebanyakan hal tiap nomina turunan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri.
Nomina turunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari
sumber yang sama, yakni, temu, tetapi dari dua verba yang berbeda. Pertemuan
diturunkan
dari verba bertemu, sedangkan penemuan dari verba menemukan. Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui
karena
antara menemui dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam bahasa Indonesia sering ada
dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba membesarkan dan memperbesar,
misalnya, sama-sama
mengandung makna 'menyebabkan sesuatu menjadi besar atau lebih besar.' Karena hal
seperti ini, maka nomina turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dari verba membesarkan maupun memperbesar.
Di pihak lain, bahasa Indonesia
kontemporer juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk memunculkan bentukan-bentukan baru sesuai dengan kebutuhan.
Tampaknya karena adanya perbedaan makna yang halus antara verba dengan meng- dan memper-,
maka kini
ada nomina yang hanya berkaitan dengan verba memper-:nomina pemersatu, pemerkaya, dan pemerhati masing-masing
diturunkan dari
verba mempersatukan, memperkaya, dan memperhatikan.
Sejauh mana kedekatan makna dua
verba untuk menjadi sumber penurunan nomina tidak mudah ditentukan. Verba menjual, menjualkan, dan menjuali, misalnya, jelas
mempunyai makna yang berdekatan. Namun, nomina penjualan harus dianggap sebagai turunan hanya dari verba menjual saja
karena makna penjualan tidak menyangkut pengertian benefaktif (menjualkan) maupun
iteratif (menjuali).
Dan contoh-contoh di atas tampaklah
bahwa nomina turunan dibentuk dari verba atau adjektiva sebagai sumbernya. Meskipun proses ini adalah proses yang paling
umum, ada pula nomina yang diturunkan dari kelas kata yang lain. Hal ini terjadi bila
nomina dari kelas
kata yang lain itu tidak mempunyai verba. Nomina perempatan, misalnya, diturunkan dari numeralia empat;
demikian pula halnya dengan nomina pertigaan yang diturunkan dari
numeralia tiga.
Dalam kasus yang lain, bisa saja kata
dari kelas kata tersebut mempunyai verba, tetapi maknanya tidak berkaitan dengan
nomina yang
diturunkan. Kata dasar nomina raja, misalnya, memang mempunyai verba merajakan dan merajai.
Nomina turunan kerajaan tidak berkaitan makna dengan kedua verba itu, tetapi
dengan kata dasarnya, raja. Karena itu, nomina kerajaan tidak
diturunkan dari verba
merajakan atau pun merajai, tetapi dari nomina raja. Demikian
pula dengan kata kelurahan dan
kecamatan yang masing-masing diturunkan dari nomina lurah dan camat.
c) Afiks
dalam Penurunan Nomina
ada dasarnya ada
tiga prefiks dan satu sufiks yang dipakai untuk
menurunkan nomina, yaitu prefiks ke-, per-, dan peng-serta sufiks -an. Karena prefiks dan sufiks dapat
bergabung, seluruhnya ada tujuh
macam afiksasi dalam penurunan nomina:
(1) ke- (5) peng‑
(2)
per- (6) per-an
(3)
peng- (7) ke-an
(4)
-an
Prefiks
per- mempunyai tiga alomorf, yakni per-, pel-, dan pe-. Prefiks peng- mempunyai enam
alomorf: pem-, pen-, peny-, peng, penge, dan pe-. Karena prefiks per-
ataupun peng- mempunyai alomorf yang wujudnya sama, yakni pe-, maka
dalam menentukan keanggotaan prefiks ini kita harus hati-hati. Nomina berikut
diturunkan dengan memakai dua prefiks yang berbeda meskipun ujudnya sama:
(a)
pewaris
pelukis à
pe- adalah alomorf dari peng‑
pemasak
(b)
pedagang
petani à
pe- adalah alomorf dari per‑
petinju
Kelompok (a) diturunkan melalui proses morfofonemikyangteratur, yakni bahwa di muka fonem seperti
1w, 1, m/ prefiks peng- berubah menjadi pe-. Kelompok (b) diturunkan melalui
proses morfonemik yang tidak teratur. Bentuk pedagang, misalnya, diturunkan dari verba berdagang yang
mengandung fonem /r/. Namun, dalam proses pertumbuhan bahasa Indonesia banyak
kata yang tidak lagi memiliki fonem /r/ ini dalam bentuk nominanya.
Di
samping prefiks dan sufiks di atas, ada pula infiks meskipun kini sudah tidak produktif lagi.
Infiks-infiks ini adalah: -el-, -er-, -in-, dan - em- . Karena adanya
kontak dengan bahasa-bahasa lain, kini bahasa Indonesia juga memiliki
afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing: -wan, -wati, -at, -in, -isme,
-(is)asi, -logi, dan -tas.
5. Morfofonemik Afiks Nomina
Karena morfofonemik berkaitan dengan perubahan fonem
antara akhir suatu suku dengan
permulaan dari suku lain yang mengikutinya dan dalam hal penurunan nomina fonem akhir afiks nomina
sama dengan fonem akhir afiks verba,
maka morfofonemik afiks nomina sama
dengan morfofonemik afiks verba. Misalnya, bila dalam verba prefiks meng- berubah
menjadi men- waktu ditempelkan
pada suku yang mulai dengan
fonem /d/ (meng- + dapat — mendapat), maka
hal
yang sama juga terjadi pada nomina: peng- berubah
menjadi pen- bila diikuti /d/ (peng + datang -> pendatang). Lihat selanjutnya morfofonemik verba pada Bab IV.
6.
Morfologi dan Semantik Nomina Turunan
Dalam bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat
langsung menjadi nomina dengan memakai afiks tertentu. Kecuali untuk menyatakan makna brang yang atau slat untuk (verbs)', yang
umumnya dinyatakan dengan prefiks peng-, masing-masing kata dasar atau sumber mempunyai afiks sendiri-sendiri. Kata
seperti menang dan berani dapat dijadikan nomina hanya jika
afiks yang dipakai adalah ke-an sehingga tercipta nomina kemenangan dan keberanian.
Sebaliknya, verba seperti memeriksa dan menghargai
hanya dapat ditautkan
dengan peng-an: pemeriksaan, penghargaan. Demikian
pula
halnya dengan per-an yang
umumnya bertaut dengan kata seperti berjuang dan berdagang sehingga kita peroleh nomina seperti perjuangan dan perdagangan.
Karena kecenderungan yang saling menolak itu, dalam bahasa Indonesia tidak kita temukan nomina seperti *permenangan,
*keperiksaan, dan *penjuangan.
Namun, tidak juga benar bahwa tidak ada kata dasar lain
yang memiliki keanggotaan rangkap. Bahkan sebaliknya, cukup banyak kata
yang dapat bergabung dengan dua macam afiks atau lebih meskipun kalau diurut bentukan ini berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya, dari kata dasar satu (dengan verbanya bersatu dan menyatukan) kita
temukan nomina kesatuan, persatuan, dan penyatuan.
7. Kontras Antarnomina
Karena kata dasar dapat diberi afiks
yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu
benarbenar
mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
(a) penyerahan - perbuatan menyerahkan *serahan
(b) pengosongan - perbuatan mengosongkan kekosongan - keadaan kosong
(c) perbedaan - keadaan berbeda; hasil membedakan
pembedaan - perbuatan membedakan
pembedaan - perbuatan membedakan
pembeda - hal atau faktor yang membedakan
bedaan bedaan
(d) satuan - yang berciri satu
persatuan - keadaan bersatu
penyatuan - perbuatan
menyatukan kesatuan
- hasil menyatukan
(e) persediaan - cadangan, hal bersedia
penyediaan - perbuatan menyediakan
penyediaan - perbuatan menyediakan
kesediaan - keadaan bersedia untuk melakukan
sesuatu
sediaan - hasil menyediakan
Dari contoh di atas tampak bahwa
beberapa nomina dengan dasar yang sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang berbedabeda. Tampak pula bahwa ada
bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita. Karena makna sufiks -an adalah
hasil yang dinyatakan
verba (lukisan thasil melukis'), maka hasil
menyerahkan' harusnya adalah serahan.
Dalam
bahasa Indonesia bentuk ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara
lain untuk
mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan "yang kami serahkan ini
sekadar tanda Mata."
Tidak munculnya suatu bentuk yang
potensial dapat juga karena adanya bentuk lain yang kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk
*bedaantidaklazim dipakai. Hal ini tampaknya karena dalam
bahasa kita telah ada nomina perbedaan
yang telah
memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh *bedaan.
8. Nomina dengan Dasar Polimorfemis
dua kelompok kata
turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi
menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut. Perhatikan contoh yang berikut.
(a)
bersama kebersamaan - -
berangkat keberangkatan pemberangkatan -
berhasil keberhasilan ‑
(b)
seragam keseragaman penyeragaman -
seimbang keseimbangan penyeimbangan -
sesuai kesesuaian penyesuaian persesuaian
(c)
terpadu keterpaduan
terlibat keterlibatan
terlaksana keterlaksanaan - ‑
(d)
mempersatukan
pemersatuan - -
mempercepat pemercepatan
- -
memperhatikan pemerhati
memperhatikan pemerhati
Selanjutnya masih ada contoh nomina
turunan yang juga menjadi sumber bagi penurunan yang lebih lanjut.
(e)
memimpin pemimpin kepemimpinan
menduduki penduduk kependudukan
mendidik pendidik kependidikan
Gejala yang dicontohkan di atas mulai
disenangi orang meskipun pada saat ini belum semua bentuk yang berprefiks seperti
itu dapat diturunkan
menjadi nomina berdasarkan kaidah itu.
9. Penurunan Nomina dengan -El-, -Er-, -Em-, dan -In‑
Penurunan nomina dengan memakai
infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia. Kita temukan kini beberapa contoh
yang sudah membatu dan oleh banyak orang dianggap sebagai kata yang monomorfemis.
Contoh:
(a)
tunjuk telunjuk (c) kuning kemuning
patuk pelatuk kelut kemelut
gembung gelembung kilau kemilau
tapak telapak
gigi geligi
(b)
sabut serabut (d) kerja kinerja
suling seruling sambung sinambung
gigi gerigi tambah tinambah
10. Penurunan Nomina dengan -Wan/Wati
Nomina dengan afiks -wan/-wati mengacu kppada (a) orang yang ahli dalam bidang tertentu, (b) orang
yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang
memiliki barang
atau sifat khusus. Sufiks -wan mempunyai alomorf -man dan -wati. Pada masa lampau alomorf -man diletakkan pada dasar yang berakhir dengan fonem /i/ seperti
terlihat pada kata budiman dan seniman. Sufiks -man tidak produktif lagi; pembentukan nomina Baru sering mempergunakan -wan.
Alomorf -wati dipakai untuk mengacu pada perempuan. Seorang pekerja perempuan, misalnya,
dinamakan karyawati, sedangkan rekan prianya dinamakan karyawan. Dalam perkembangan .bahasa Indonesia, orang mulai memakai
bentuk dengan -wan untuk merujuk baik pria maupun wanita. Bila ingin secara khusus merujuk
pada kewanitaannya,
barulah dipakai -wati. Dengan kata lain, wartawati pastilah seorang jurnalis wanita, tetapi wartawan bisa mengacu pada yang pria ataupun yang wanita. Berikut ini disajikan
beberapa contoh.
a. ilmuwan -orang
yang ahli di bidang ilmu
budayawan - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
budayawan - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
- orang yang ahli di bidang sejarah rohaniwan
- orang yang ahli di bidang rohani bahasawan
- orang yang ahli di bidang bahasa
b. karyawan - orang yang mata
pencariannya berkarya (sebagai pegawai)
wartawan - orang yang pekerjaannya dalam bidang pewartaan
usahawan - orang yang pekerjaannya dalam bidang usaha
olahragawan - orang yang secara khusus memahirkan
diri di bidang olahraga
c. dermawan - orang yang suka berderma
hartawan - orang yang memiliki banyak harta
rupawan - orang yang memiliki rupa elok
bangsawan - orang yang berbangsa/berketurunan orang mulia
Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan sufiks -wan/wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara pembentukan nomina
dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks -wan/-wati. Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai
bersifat idiomatis; artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang
hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan bukan *peseni.
Demikian
pula kita dapati kata budiman,
hartawan, Ilmuwan yang sudah baku dan mantap sehingga
kita menolak bentuk lain sep " *pembudi,
*pengharta dan *pengilmu.
11.
Penurunan Nomina dengan -At/-In dan -A/-I
Dalam bahasa Indonesia ada
kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan sufiks -at dan -in yang maknanya berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin atau jumlah.
Contoh:
Tunggal/pria Tanggal/wanita Jamak/pria-wanita
muslim muslimat muslimin
mukmin mukminat mukminin
hadirat hadirin
Rujukan pada pria dan wanita
sangat umum di dalam bahasa kita. Di samping contoh-contoh di atas, kita temukan
pula bentuk yang perbedaannya hanya terletak pada alternatif antara fonem /a/ untuk pria dan /i/ untuk wanita
pada akhir kata.
Contoh:
dewa " dewi
putra " putri
pemuda "
pemudi
mahasiswa " mahasiswi
Seperti halnya -wan dan -wati, ada
kecenderungan pada masa kini untuk memakai bentuk /i/ khusus untuk wanita,
sedangkan bentuk /a/ untuk pria maupun wanita. Seseorang yang bertanya "Putra Ibu berapa?" bisa mendapat jawaban "Tiga, Pak; dua laki-laki dan satu perempuan." Sebaliknya, pertanyaan "Dari tiga itu, yang putri berapa?" jelas menanyakan berapa jumlah
anak perempuan dalam keluarga tersebut. Demikian pula pernyataan "Di universitas kami ada sekitar 8.500 mahasiswa"
merujuk
pada mahasiswa ataupun mahasiswi yang terdaftar. Akan tetapi, pernyataan "Dari jumlah 8.500, mahasiswinya 4.125 orang"
mengungkapkan
jumlah wanita yang kuliah di sana.
12. Penurunan Nomina dengan -Isme, -(Is)Asi, -Logi, dan
Tas
Mula-mula nomina dengan sufiks -isme dan -tas dipungut dari bahasa asing. Akan tetapi; lambat laun afiks itu menjadi
produktif sehingga bentuk -isme, -(is)asi, -logi, dianggap
layak diterapkan juga pada dasar kata Indonesia.
Contoh:
a.
komunisme sukuisme
liberalisme bapakisme
kapitalisme marhaenisme
b. kolonialisasi kaderisasi
modernisasi kuningisasi
elektrifikasi organisasi
c.
biologi teknologi
ekologi Balinologi
hidrologi
d.
kualitas produktivitas
realitas universitas
aktivitas
Selama afiks asing itu bermanfaat dan bahasa Indonesia
tidak memiliki padanan -nya yang
tepat, afiks itu dapat diterima seperti halnya kita pernah menerima sufiks -wan/-man.
Jika imbuhan Indonesia
dapat mengungkapkan konsep yang sama, afiks asing itu tidak perlu kita pakai. Sufiks -(is)asi, misalnya, berpadanan dengan konfiks peng--an, dan
sufiks -tas sering berpadanan
dengan konfiks ke--an. Bandingkanlah
pasangan di bawah ini.
(a)
ionisasi : pengionan
unifikasi :
penyatuan/pemersatuan
efektivitas :
keefektifan
produktivitas
: keproduktifan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adverbia
lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Adverbia
terbagi menjadi dua yaitu: adverbia tunggal dan adverbia gabungan. Adverbia
dari segi perilaku sintaksisnya dapat di lihat
berdasarkan posisinya terhadap kata
atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbian yang bersangkutan.
Nomina disebut sebagai kata benda. Nomina dari segi perilaku semantisnya, tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitur semantik yang secara universal melekat pada kata
tersebut.
Nomina dari segi perilaku sintaktisnya.Dengan
mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut
ini akan dikemukakan berdasarkan
posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros
frasa. Dilihat dari segi bentuk
morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam,
yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a)
afiksasi, (b) perulangan, atau (c)
pemajemukan. Karena morfofonemik
berkaitan dengan perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan permulaan dari suku lain yang mengikutinya dan dalam hal penurunan nomina fonem akhir afiks
nomina sama dengan fonem akhir afiks
verba, maka morfofonemik afiks nomina sama
dengan morfofonemik afiks verba. Dalam
bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan
memakai afiks tertentu. Karena kata dasar dapat diberi
afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu
benarbenar
mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. dua kelompok kata turunan yang waktu
diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi
pengimbuhan yang lebih lanjut. Penurunan nomina dengan memakai infiks,
yakni imbuhan yang
disisipkan, tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia. Nomina dengan afiks -wan/-wati mengacu kppada (a) orang yang ahli dalam bidang tertentu, (b) orang yang mata
pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufiks -wan
mempunyai alomorf -man dan -wati.Dalam bahasa Indonesia ada
kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan sufiks -at dan -in yang maknanya berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin atau jumlah.Mula-mula nomina dengan sufiks -isme dan -tas dipungut
dari bahasa asing. Akan tetapi;
lambat laun afiks itu menjadi produktif sehingga bentuk -isme, -(is)asi,
-logi, dianggap layak diterapkan juga pada dasar kata Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2010. Tata
Bahasa Bakubahasa Indonesia. Jakarta :Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi
Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran
Morfologi. Bandung : Angkasa
Ramlan, M. 2009. Morfologi
Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : CV. Karyono
Badulu, Abdul Muis. 2005. Pembentukan
Kata Bahasa Indonesia. Makassar : UNM
LAMPIRAN
AGENDA PERTEMUAN :
1.
PERTEMUAN
PERTAMA
Hari/tanggal
: Sabtu, 28 September 2013
Tempat
: Toko Buku Arena Ilmu dan Bina Ilmu
Pukul
: 10.00 WITA
Kehadiran
: Nurmi Irdianty R. , Riska Ulfa D.D.
Hasil
: membeli buku morfologi karangan Abdul Chaer dan Tarigan dan buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia
Keterangan
: Nurmi memakai baju dan jilbab warna merah muda dan Riska memakai baju kemeja
serta jilbab biru. Sulesti tidak bisa menghadiri pertemuan karena ada urusan
keluarga.
2.
PERTEMUAN
KEDUA
Hari
/tanggal : Senin, 30 September 2013
Tempat
: Kampus UNM Parangtambung
Pukul
: 11. 55 WITA
Kehadiran
: Riska Ulfa D. , Nurmi Irdianty R. , Sulesti
Hasil
: berencana membeli buku morfologi karangan Zaenal Arifin, namun tidak ada di
setiap toko buku dan akhirnya meminjam buku dari perpustakaan berjudul buku
Pembentukan Kata Bahasa Indonesia karangan Abdul Muis lalu mengkopinya.
Keterangan
: memakai baju seragam hitam-putih
3.
PERTEMUAN
KETIGA
Hari/
tanggal : Selasa, 1 Oktober 2013
Tempat
: Masjid Ulil Albab UNM Parangtambung
Pukul
: 13.00 WITA
Kehadiran
: Riska Ulfa D. , Nurmi Irdianty , Sulesti
Hasil
: meminjam buku dari teman yang berjudul Morfologi karangan M. Ramlan
Keterangan
: memakai baju seragam hitam-putih
4.
PERTEMUAN
KEEMPAT
Hari/
tanggal : Rabu, 2 Oktober 2013
Tempat
: Kampus UNM Parangtambung ruangan DG-101
Pukul
: 13.00 WITA
Kehadiran
: Sulesti, Nurmi irdianty, Riska Ulfa D.
Hasil
:
·
Nurmi
mengumpulkan dan menandai materi-materi pembahasan yang akan diketik
·
Riska
mengetik materi di Microsoft Word
·
Sulesti
membacakan materi yang akan diketik oleh Riska
Keterangan :
memakai baju seragam hitam-putih
5.
PERTEMUAN
KELIMA
Hari/tanggal
: Rabu, 2 Oktober 2013
Tempat
: rumah kost sulesti
Pukul
: 19.30 WITA
Kehadiran
: Nurmi Irdianty , Sulesti , Riska Ulfa
Hasil
:
·
Nurmi
dan Sulesti mengetik lanjutan materi
·
Riska
membuat power point
Keterangan :
·
Nurmi
memakai baju warna merah muda dan jilbab warna hitam-putih
·
Sulesti
memakai warna baju ungu dan jilbab hitam
·
Riska
memakai baju wana merah dan jilbab merah
FOTO






0 komentar:
Posting Komentar